2/26/2009

Dewa Versus Allah


Malam itu Allah diinjak-injak. Allah ditindih dan dijajah. Tapi Allah terdiam. Malam itu, Allah terhampar pada sebuah karpet indah untuk persembahan Dewa-dewa. Dewa melompat, berjingkrak, berteriak, mengumandangkan persembahan tembang-tembang cinta. Allah pun tetap terdiam. Allah tetap menghampar, sementara Dewa dan Baladewa dalam suasana khusuk yang hingar bingar. Malam itu, Kesetaraan "Tuhan" tengah dipertontonkan kepada segenap kesadaran keimanan.
Malam pun berlalu. Allah masih terdiam. Tetapi tidak dengan para pembela Allah. Kepada Dewa, para pembela Allah menghampiri, menyapa, menegur, menegaskan, dan berteriak lantang. Agaknya skenario Allah telah menghantarkan kita untuk kembali meneguhkan akan keberadanNya. Dan Bila hal ini adalah skenarioNya, maka Dewa melompat, Allah terhampar adalah titahNya. Dewa berjingkrak, Allah terkapar adalah suratNya. Gerahnya pembela yang mengadvokasi ketidakberdayaan Allah pun kehendakNya. Bahkan kemunculan tulisan ini pun, tak lepas dari rencana kecilNYa.

Sepanjang sejarah Allah dibahas, dikupas, ditelanjangi, namun tak juga meneguhkan posisi yang semestinya. Berpuluh-puluh, bahkan beribu-ribu buku, kitab, jurnal, artikel, laporan-laporan tentang Allah dengan segala diferensiasinya terus bercucuran, namun Allah masih tetap "di sana." Kini setelah Dewa berjingkrak, dengan menghamparkan Allah begitu saja, Allah kembali diposisikan. Maka dengan kehebatanNya Allah mengilhamkan Dewa untuk mempersepsi bebas terhadap DiriNya. Allah ingin direposisi sendiri. Hal itu dilakukan karena Mungkin selama ini Dia sudah tidak lagi diperhatikan. Maka Allah sendiri yang menghendaki ingin dijajah.
Benarkah Allah telah dijajah, diinjak-injak oleh Dewa? Bila benar, Allah yang mana? Bagi yang percaya akan keberadaanNya, bukankah segala apa yang ada di muka bumi ini beserta seluruh isinya adalah wujud Allah itu sendiri? Bukankah tidak ada sesuatu selain Allah? Bukankah kita meyakini bahwa makhluk tidak akan pernah ada, termasuk Dewa dan karpet, bila Allah tidak Ada. Allah mengada maka karpet pun ada. Tentu saja karpet bukan Allah, atau sesuatu yang "terbaca" Allah pun bukan Allah. Karpet hanya sebagai bukti akan keberadaanNya. Inilah awal pemicu dari perseteruan Dewa versus Pembela Allah.
Dalam mukadimah Kalimatullah Kitab Al-Jalalah karya Ibnu Arabi disebutkan, Allah itu tak dapat diketahui oleh segala bentuk rahasia, tidak dikenal oleh segala macam ruh, dan juga tidak akan ditemukan oleh seluruh usaha akal manusia. Tidak juga mampu digambarkan oleh hati, dan tidak akan dapat diungkapkan oleh lisan yang mengumpulkan segala macam pujian yang azali. Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (7:180)
Kemudian. Bila yang akan kita bincang adalah sepakat tidak sepakat, Suka tidak suka, Zionis bukan zionis, Yahudi bukan Yahudi, maka kita akan semakin ditertawakan oleh mereka yang selama senantiasa "mentertawakan" kita. Biarkan Dewa melompat. Allah pun masih adem ayem. Kita semua masih sama-sama sok tahu tentang Tuhan. Semua dari kita terbiasa mengklaim bahwa Allah menurut persepsi kita saja yang benar. Siapa yang paling tahu hakikat Allah sesungguhnya kalau bukan Allah sendiri. Maka bila ingin tahu persis siapa Allah, JADILAH ALLAH SEKARANG JUGA. Itu tipsnya.

0 comments: